Ada narasi yang terbangun secara turun temurun yang menyebutkan bahwa semua pemain ludruk adalah laki-laki. Rupanya, kemunculan seni ludruk tak bisa dilepaskan dari masa revolusi fisik melawan penjajah Belanda maupun Jepang. Artinya, karena ludruk dipakai sebagai "alat untuk berjuang" pemain ludruk haruslah siap untuk mengangkat senjata atau malah siap bila ditangkap. Namun ada catatan tertulis mengenai ludruk saat kali pertama digelar. Dalam penelitian Peacock (1968) disebutkan, itu terjadi pada 1822. Catatan Peacock tersebut melukiskan bahwa ludruk hanya dibintangi dua orang, yaitu seorang pemain dagelan yang melucu dan seorang waria. Berdasar catatan itu, peran waria dalam ludruk sangat menonjol.