Sudah menjadi kebiasaan bagiku setiap hari untuk bangun tidur, menggosok gigi, mencuci muka, melakukan sedikit olahraga pagi, dan membuat secangkir kopi. Aku duduk di kursi taman belakang rumah, dengan tangan yang terampil mengambil dua surat kabar, "Java Post" dan "Thousand Islands Daily", sambil menikmati secangkir kopi, membaca halaman demi halaman. Tiba-tiba, mataku tertarik pada sebuah foto setengah badan yang terpampang di halaman surat kabar. Wajah yang tenang dan familiar itu muncul di pikiranku. Bukankah itu Le Zhi San? Setelah membaca artikel yang ditulis oleh Hongmei yang berjudul "Menghargai Guru, Membalas Budi kepada Alma Mater", aku baru menyadari betapa banyak kebaikan yang telah dilakukan oleh Le Zhi San semasa hidupnya—untuk pekerjaan, keluarga, almamater, serta masyarakat. Tanpa pamrih, tanpa mengharapkan nama atau keuntungan, beliau telah memberikan banyak sekali kontribusi dalam diam, menanamkan kebajikan yang akan terus memberi manfaat bagi banyak orang. Seperti yang tertulis dalam artikel tersebut: "Burung terbang meninggalkan suara, manusia datang meninggalkan nama."Saya bukanlah teman sekelasnya, juga bukan rekan bisnisnya. Pertemuan pertama saya dengan Le Zhi San terjadi sekitar 13 tahun yang lalu, ketika Liang Changhou terpilih sebagai Ketua Kuang Chao Hui Guan dan kami berdua menjadi pengurus di organisasi tersebut. Dalam interaksi sehari-hari sebagai rekan kerja, saya mulai mengenalnya lebih dekat. Meskipun kami tidak saling mengenal sebelumnya, akhirnya kami menjadi teman baik dan bisa berbicara tentang segala hal. Dalam percakapan kami, saya sangat terkesan dengan tutur katanya yang tenang dan penuh wibawa. Beliau sangat aktif dalam kegiatan sosial dan sangat berdedikasi, terutama terhadap kepentingan warga Guangfu dan Kuang Chao Hui Guan. Le Zhi San selalu berusaha membantu tanpa mengharapkan imbalan, baik secara finansial maupun tenaga—sebuah teladan yang sangat patut dihormati.Ada sebuah kenangan kecil yang membuat saya selalu mengingatnya. Pada tahun 2002, Kuang Chao Hui Guan Surabaya berencana merayakan ulang tahun ke-90 dengan mengadakan acara besar, yang melibatkan hampir 20 organisasi Guangzhao dari seluruh Indonesia, serta komunitas Tionghoa di Surabaya. Kami berencana mengadakan beberapa kegiatan besar, termasuk pertemuan umum, kompetisi pingpong antar komunitas, dan acara hiburan dengan hampir seribu anggota dan warga yang hadir.Le Zhi San dipilih untuk memimpin komite perencanaan acara tersebut, dan saya adalah salah satu anggota timnya. Saya ingat, dalam salah satu rapat kerja, saat membahas anggaran acara, para pengurus lain enggan berbicara, dan kami kesulitan mencari solusi. Lalu, Le Zhi San berbicara dengan percaya diri dan mengatakan: "Anggaran untuk acara ini memang besar, tetapi kita harus memulainya dengan menerbitkan sebuah edisi spesial sebagai kenang-kenangan, yang dapat menarik sponsor dari para pengusaha dan tokoh-tokoh Guangfu. Kita harus menolak bantuan dari organisasi lain yang mungkin ingin terlibat." Beliau bahkan berjanji untuk membeli iklan dengan harga tinggi sebagai contoh bagi yang lain. Saya sangat terkesan dengan ketegasan dan kebijaksanaannya.Tindakannya itu memotivasi warga Guangfu untuk turut berkontribusi, dan akhirnya kami berhasil mengumpulkan dana yang cukup untuk merayakan acara tersebut. Dengan kepemimpinan Le Zhi San, perayaan ulang tahun ke-90 Kuang Chao Hui Guan berhasil dilaksanakan dengan sukses besar, meninggalkan kenangan indah yang akan dikenang selamanya dalam sejarah organisasi.Kenangan ini semakin menguatkan keyakinan saya bahwa Le Zhi San adalah teladan bagi kami semua, terutama bagi komunitas Guangfu. Seperti kata pepatah, "Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali, berapa banyak waktu yang tersisa bagi kita?" Marilah kita, warga Guangfu, bersatu dan melangkah maju, mengikuti jejak yang telah ditinggalkan oleh Le Zhi San, terus menerus menanamkan nilai-nilai kebajikan dan mempererat persatuan kita!