Seminar Potret Perempuan Indonesia Abad 21, Pemberdayaan Peran Perempuan Dalam Iklan yang diselenggarakan jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra, Sabtu (21/4) berlangsung gayeng, dan seolah menjadi ajang saling kritik antara mahasiswa Petra dengan pembicara. Setelah sesi pertama seminar yang menghadirkan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Hj Khofifah Indar Parawansa, pada sesi kedua ditampilkan pembicara beraliran “keras” Tatik Maliyati yang selama ini menjadi Ketua Lembaga Sensor Film. Wanita baya ini dengan lantangnya menilai seksualitas wanita, mitos-mitos tentang sosok wanita, selama ini banyak dijadikan komoditas dunia periklanan Indonesia. Dan ironisnya iklan-iklan jenis itu justru yang digemari dan populer di masyarakat. Hampir semua produk iklan di televisi visualisasinya “berbau” porno dan melecehkan kalangan wanita. Pernyataan Tatik ini mengundang reaksi, beberapa mahasiswa dalam kesempatan tanya jawab mengatakan jika terlalu banyak dibatasi dengan aturan-aturan yang tak jelas, kreativitas para pembuat iklan bisa mandek.
Tanpa bermaksud membela diri, Jeanny Hartono, tokoh dan pakar periklanan yang didapuk sebagai pembicara juga setuju dengan teriakan mahasiswa. Selama ini di Indonesia tak ada batasan yang jelas soal porno dan tidak. Sedangkan artis Nurul Arifin lebih menyoroti kalau banyak artis mau menjadi bintang iklan dengan sedikit menjual daya tarik seksualitasnya itu tak lebih karena tuntutan materi.