Menjadi artis pemula ternyata tak enak. Tak jarang diperlakukan sesuai keinginan produser namun tak berani menolak. Mengapa? Karena mereka perlu popularitas. Fakta inilah yang menggelisahkan aktivis pemberdayaan perempuan yang sekaligus artis film nasional, Nurul Arifin. Dalam seminar nasional Potret Perempuan Indonesia Abad XXI yang digelar Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Kristen Petra, Sabtu (21/4), Nurul bicara blak-blakan soal sesama artis yang rela mengobral body-nya demi karir. Menghadapi persoalan ini, Nurul menyerukan dilakukan advokasi terhadap peran perempuan dalam dunia film dan iklan secara konsisten. Memang sulit, karena harus menghadapi sistem kapitalisme yang sudah berurat berakar. Namun ia yakin, perjuangan itu akan berhasil mengeliminasi eksploitasi seksual perempuan. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Dra Khofifah Indar Parawansa yang juga menjadi pembicara sebelum Nurul menyatakan, Iemahnya posisi tawar perempuan tak hanya terjadi di kalangan artis. Di kalangan jurnalis pun demikian. “Dari seluruh jurnalis perempuan di Indonesia memang ada sekitar 24 persen, tapi yang menjadi penentu atau memiliki posisi tawar tertinggi hanya sekitar 9,8 persen. Karena itu seringkali keberadaan perempuan di dalam media massa tidak mengubah orientasi gender di dalam media itu,” katanya.